Pencerahan Jiwa : Belajar ?
Syeikh az-Zarnujiy, dalam pengantar
kitab ta’lim al-muta’allim, menjelaskan bahwa banyak pelajar yang
bersungguh-sungguh dalam belajar, namun tidak mendapatkan buahnya ilmu. Apakah
buah ilmu itu? buah ilmu adalah “mengamalkan ilmu” dan “menyebarluaskan ilmu”.
Menurut penelitian beliau, hal tersebut terjadi karena para pelajar itu salah
cara dalam menuntut ilmu dan mereka juga meninggalkan syarat-syarat dalam
belajar. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya mengajak Anda untuk
berdiskusi tentang cara-cara mencari ilmu atau dalam istilah lain disebut
sebagai adab belajar.
Seberapa pentingkah adab itu?
Ibnu Mubarok berkata, “Barangsiapa yang meremehkan adab-adab,
maka ia akan dihukum dengan terhalang dari sunnah-sunnah. Barangsiapa yang
meremehkan sunnah-sunnah, maka ia akan dihukum dengan terhalang dari
fardhu-fardhu. Dan barangsiapa yang meremehkan fardhu-fardhu,
maka ia akan dihukum dengan terhalang dari ma’rifat (mengenal Allah)”.
Imam Syafii, imam mazhab yang banyak menjadi panutan kaum Muslim
di Indonesia, pernah ditanya, bagaimana upayanya dalam meraih adab? Sang
Imam menjawab, bahwa ia selalu mengejar adab laksana seorang ibu yang mencari
anak satu-satunya yang hilang.
Begitulah pentingnya adab dalam belajar.
Saudaraku yang berbahagia, agar
sukses dalam belajar, hendaknya kita mengamalkan adab-adab dalam belajar, yaitu
niat mencari ilmu untuk memperoleh ridlo dari Alloh ta’ala, berdoa, mempunyai
cita-cita yang tinggi, bersungguh-sungguh, istiqomah, menjahui kemaksiatan,
tidak malu dan tidak sombong, mengamalkan dan menyebarluaskan.
1. Niat mencari ilmu
untuk memperoleh ridlo dari Alloh ta’ala
Kita semestinya menuntut ilmu dengan niat untuk mendapatkan
ridlo dari Alloh ta’ala. Kita belajar dengan tujuan agar hilanglah kebodohan
dari diri kita, agar kita mengetahui yang benar dan yang salah, yang manfaat
dan yang mudlorot, agar kita bisa menghidup-hidupkan agama Islam ini, agar kita
semakin dekat kepada Alloh ta’ala dan semakin bermanfaat kepada sesama manusia.
Perhatikan pesan Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa
sallam berikut:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ
وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ
إِلَيْهِ .
Arti Hadits:
Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya.
Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas)
berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin
mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya
atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai
sebagaimana) yang dia niatkan. (H.R. Imam Bukhori dan Imam Muslim)
Jadi kalau tujuan kita belajar adalah untuk mendapatkan ridlo
Alloh ta’ala, niscaya kita ‘kan mendapatkannya. Jika Alloh ta’ala ridlo kepada
kita, sudah tentu kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhiratlah yang akan
kita peroleh. Adakah yang lebih baik dari hal ini? Sebaliknya, jika tujuan kita
menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan kemuliaan di dunia, misalnya harta benda
dan kekuasaan, maka itulah yang akan kita dapatkan.
Perhatikan juga peringatan dari Nabi kita tercinta…
“Barangsiapa yang mempelajari ilmu untuk membanggakan diri
di hadapan para ulama, mempermainkan diri orang-orang bodoh dan dengan itu
wajah orang-orang berpaling kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam
neraka Jahannam. “ (HR. Ibn Majjah dari sahabat Abu Hurairah(
Dalam kitabnya, Adabul ‘Alim wal-Muta’allim, KH
Hasyim Asy’ari mengutip hadits Rasulullah saw: “Barangsiapa mencari ilmu bukan
karena Allah atau ia mengharapkan selain keridhaan Allah Ta’ala, maka
bersiaplah dia mendapatkan tempat di neraka.”
2. Berdoa
Doa adalah ungkapan bahwa kita butuh kepada Alloh ta’ala. Dan
memang begitulah adanya. Sungguh kita sangat butuh kepada Alloh ta’ala. Selain
itu, doa adalah senjata orang-orang yang beriman. Bukankah jika Alloh ta’ala
berkehendak, semua hal bisa saja terwujud?
Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam mengajarkan
doa bagi para pencari ilmu. Bacalah, resapi maknanya, hafalkan, dan amalkan
setiap hari..!!
اللهُمَّ إنِّـيْ أَسْأَلُكَ
عِلْماً نَافِعـاً ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَايَنْفَـعُ
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang
bermanfaat dan Aku berlindung kepada Engkau dari (mendapatkan) ilmu yang tidak
bermanfaat.” (HR. Al-Nasa’i dari sahabat Jabir bin Abdillah ra)
Selain doa tersebut, masih banyak doa-doa belajar yang lain.
Silahkan mencari, menghafal, memahami, dan mengamalkan.
3. Mempunyai cita-cita
yang tinggi
Kita hendaklah memiliki cita-cita yang tinggi dalam belajar.
Contoh, “aku ingin menghafal juz 30 dari al-Quran sekaligus terjemahannya dalam
waktu 3 bulan”. Dengan memiliki cita-cita yang luhur seperti ini, kita akan
bersemangat dalam belajar.
“bercita-citalah setinggi langit, kalaupun jatuh, engkau
‘kan jatuh di antara bintang-bintang” (anonym)
4. Bersungguh-sungguh
Ini adalah sebuah keharusan. Kita musti bersungguh-sungguh dalam
belajar. Karena dengan bersungguh-sungguhlah kesuksesan itu dapat dicapai. Bagi
para pemalas, hanya sesal dan hinalah yang ‘kan didapat.
Ingatkan pepatah Arab yang sangat masyhur..?? MAN JADDA WA JADA.
“siapa yang bersungguh-sungguh, niscaya dia ‘kan (berhasil)
mendapatkan (apa yang dicita-citakannya)”
5. Istiqomah
Belajar adalah kebutuhan dasar manusia. Dengan belajar manusia
bisa meningkatkan kualitas dirinya, menyelesaikan permasalahan hidupnya, dan
menciptakan karya-karya yang bermanfaat. Oleh karena itu belajar harus
dilakukan secara terus menerus, berkesinambungan, dan berkelanjutan.
Ada dikatakan;
“seseorang itu dikatakan pintar, selama ia mau belajar
Jika seseorang berhenti belajar, karena merasa sudah pintar,
mulailah ia bodoh…”
6. Menjauhi
kemaksiatan
Inilah ciri khas pendidikan Islam. Pendidikan yang beradab. Para
pengajar dan pelajar haruslah menjahui perbuatan maksiat. Karena kemaksiatan
dapat menghalangi merasuknya ilmu ke dalam qolbu.
Perhatikan baik-baik syi’ir gubahan Imam Syafi’I berikut ini,
شَكَوْتُ إِلَىْ
وَكِيْـعٍ سُوْءَ حِفْظِيْ
فَأَرْشَـدَ نِيْ
إِلَىْ تَـرْكِ اْلمَعَـاصِيْ
وقَالَ: اعْلَمْ
بِأَنَّ الْعِلْمَ
نُـــــوْرٌ
وَفَضْلُ اللهِ لاَ يُؤْتاَهُ عَـاصِ
Aku mengadu kepada guruku bernama Waqi’, tentang jeleknya
hafalanku, maka ia memberikan petunjuk kepadaku agar meninggalkan kemaksiatan.
Karena sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Alloh itu tidak
akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat”
Simaklah juga nasihat Imam Malik kepada Imam Syafi’i:
إِنِيْ أرى
اللهَ قَـدْ جَعَلَ فِيْ قَلْـبِكَ نُوْراً فَلاَ تُطْـفِئْهُ بِظُلْـمَةِ
مَعْصِيَةٍ
“Sesungguhnya aku melihat pada hatimu pancaran cahaya,
maka jangan engkau redupkan cahaya itu dengan gelapnya kemaksiatan.”
7. Memuliakan ilmu
Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan
kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu.
(HR. Ath-Thabrani)
Termasuk dalam arti memuliakan ilmu adalah memuliakan guru,
kitab (buku), dan teman belajar. Bagaimana cara memuliakan guru? Menurut Syeikh
az-Zarnujiz, cara memuliakan guru adalah dengan melakukan hal-hal yang
menyebabkan beliau ridlo dan menghindari hal-hal yang menyebabkan beliau tidak
enak hati. Contoh; bertutur kata yang sopan dan membantu beliau menyelesaikan
urusan beliau.
Selain itu kita juga dianjurkan untuk memuliakan kitab. Misalnya
dengan menyampuli kitab agar awet, menulis dengan tulisan yang bagus, dan
menempatkan kitab di tempat yang terhormat, tidak seenaknya saja. Sementara
memuliakan teman belajar bisa dilakukan dengan bersikap lemah lembut terhadap
mereka, menerima kekurangan mereka, dan memuji kelebihan mereka.
8. Tidak malu dan
tidak sombong
Sebagai pelajar, kita hendaknya tidak malu dan tidak sombong
dalam belajar. Malu dan sombong adalah penghalang bagi kita untuk memperoleh
ilmu.
Sayyidah Aisyah rodliyallohu ‘anha pernah
berkata tentang sifat malu para wanita Anshor:
“Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Rasa malu tidak
menghalangi mereka untuk memperdalam ilmu agama” (HR. Bukhari)
Wanita-wanita anshor dikenal memiliki rasa malu yang tinggi
sebagai cerminan keimanan mereka. Namun begitu, rasa malu yang tinggi tersebut
tidak menghalangi mereka untuk menuntut ilmu. Artinya, mereka tidak malu
bertanya untuk hal-hal yang mereka belum ketahui kejelasannya. Sekalipun hal
tersebut berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pribadi. Contohnya; bagaimana
cara membersihkan darah haidl dan lain sebagainya.
Sebagai pembelajar kita tidak boleh malu dalam bertanya tentang
hal-hal yang kita belum paham. Kita tidak perlu malu dan tidak perlu kawatir
bahwa orang lain akan mengatai kita, “seperti itu aja gak ngerti”. Malu
bertanya seperti itu hanya akan menghalangi kita dari kesempatan mendapatkan
ilmu dari para ahli ilmu.
Sementara mengenai larangan sombong, Allah SWT. jelaskan dalam
Surat al-Baqarah ayat 34:
“Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat :
Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan
dan takabbur dan adalah ia termasuk golongan orang–orang yang
kafir”.
Sifat sombong menyebabkan seseorang merasa lebih baik daripada
yang lain. Ia cenderung merendahkan orang lain. Hal tersebut mengakibatkan ia
seringkali menolak kebenaran yang sesungguhnya ia sudah sadari.
“Sombong itu adalah, menolak kebenaran dan merendahkan
manusia.”(HR. Muslim dari sahabat Ibn Mas’ud ra)
Jika sifat sombong ini berada dalam diri seseorang, tentu orang
tersebut akan kesulitan mendapatkan tambahan ilmu. Na’udzu billahi min
dzalik.
9. Mengamalkan dan
Menyebarluaskan ilmu
“Ilmu yang tak diamalkan laksana pohon tak berbuah”
Buahnya ilmu adalah amal. Tentu rugilah kita jika sudah tahu
kebaikan tapi tidak mengamalkannya.
Sungguh sangat bagus ucapan Al-Fudhail Bin ‘Iyadh :
“Seorang alim tetap dikatakan jahil sebelum ia mengamalkan
ilmunya, jika ia mengamalkannya maka barulah ia dikatakan seorang alim.”
Abdullah bin Mubarak berkata, “Orang yang berakal
adalah, seseorang yang tidak melulu berpikir untuk menambah ilmu, sebelum dia
berusaha mengamalkan apa yang telah dia miliki, Maka dia menuntut ilmu untuk
diamalkan, karena ilmu dicari untuk diamalkan”.
Selain itu kita juga hendaknya menyebarluaskan ilmu yang telah
kita peroleh dengan mengajarkannya kepada orang lain, baik secara langsung
maupun melalui media seperi tulisan. Semoga saja ilmu yang kita ajarkan
tersebut dapat menjadi amal ibadah yang pahalanya terus mengalir walaupun kita
sudah meninggal dunia kelak. Kita tentu masih ingat hadits terkenal tentang
amal yang pahalanya terus mengalir walaupun kita sudah meninggal dunia, yaitu,
shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendoakan orang
tuanya. (HR. Imam Muslim)
Perhatikan dengan seksama hadits dari nabi Muhammadshollallohu
alaihi wa sallam berikut ini,
مَنْ دَلَّ عَلَى
خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Siapa orang yang menunjukkan
kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melakukkannya” (HR. Tirmidzi dari sahabat Abi Mas’ud ra).
Saudaraku yang dicintai Alloh ta’ala, mari kita memahami dan
mengamalkan adab-adab dalam belajar ini. Semoga dengan mengamalkan adab-adab
dalam belajar ini kita dapat memperoleh ilmu yang manfaat dan barokah. Amin.
0 Response to "Pencerahan Jiwa : Belajar ?"
Posting Komentar